Dilema Tas Kain: Solusi atau Tambahan Polusi?

Ada berapa banyak tas kain atau reusable bag yang ada di lemarimu? Apakah kamu membawa salah satu tas itu ke mana pun kamu pergi? Apakah ia setia menjadi kantong belanja bulananmu? Seberapa sering kamu memakai satu tas kain? Apakah kamu memakainya sampai ia rusak?

Pertanyaan-pertanyaan ini seyogyanya menjadi dasar pikir ketika kita akan membeli tas kain. Ya, mungkin masih banyak dari kita yang sering lupa membawa tas kain dan berujung membelinya untuk membawa barang belanjaan yang tidak bisa kita genggam dengan dua tangan. 

Perilaku masyarakat agar lebih mindful menggunakan tas kain menjadi peluang tersendiri bagi perusahaan produsen tas kain serta pelaku usaha. Larangan penggunaan plastik sekali pakai (PSP) telah cukup lama diterbitkan oleh beberapa pemerintah daerah di Indonesia, seperti Provinsi Bali, Jakarta, dan Riau. Pelarangan penggunaan produk plastik tersebut sekali pakai meliputi kantong plastik, styrofoam, dan sedotan plastik. 

Berbagai upaya dilakukan untuk mencari solusi alternatif plastik sekali pakai sebagai wadah dan kantong yang biasa digunakan masyarakat. Salah satunya mengganti kantong plastik dengan tas kain. Tas kain menjadi solusi karena durabilitasnya yang dapat digunakan berulang kali. Kehadiran tas kain sebagai aksi mengurangi timbunan PSP bukanlah ide yang buruk, namun penggunaan tas kain ini menjadi optimal tentunya dalam kondisi yang ideal. Sudahkah masyarakat kita mencapai hal itu?

  1. Konsumerisme & Greenwashing

Tas kain menjadi solusi paling mudah ketika penggunaan kantong plastik tidak lagi dianjurkan. Dibanding dengan kembali menggunakan paper bag, tas kain jauh lebih awet dan cocok untuk berbagai macam kebutuhan. Terlebih banyak tas kain yang didesain dengan lebih menarik agar masyarakat memiliki tas kain yang stylish. 

Jika dilihat dari perspektif yang lebih luas, produksi tas kain dalam skala besar dengan tujuan yang tidak tepat akan menciptakan dampak yang beragam. Perusahaan dan pelaku usaha marak menyediakan tas kain bagi konsumen yang berbelanja di tokonya. Tidak jarang pelaku usaha menyediakan tas kain dengan tambahan biaya. Hal ini dapat dilihat secara positif agar konsumen lebih bijaksana untuk mendapatkan sebuah tas kain. Dari sisi pelaku usaha, tas kain yang berbayar ini dapat memberikan keuntungan bagi mereka. 

Demi menciptakan sugesti positif bagi para konsumen bahwa mereka berkontribusi pada lingkungan dengan menggunakan tas kain atau reusable bag, pelaku usaha memproduksi tas kain dengan menuliskan slogan ‘go green’, ‘save our planet’ dan semacamnya pada tas-tas tersebut. Pada kenyataannya, mungkin saja kegiatan operasional usaha tersebut tidak sepenuhnya berkesadaran lingkungan atau bahkan sama sekali tidak memperhatikan dampak lingkungan yang diciptakan dari aktivitas produksi serta jual belinya. Pada akhirnya, masyarakat semakin konsumtif dan hanya menjadi objek kegiatan greenwashing yang diciptakan marketing dan pelaku usaha.

  1. Bahan Baku Tas Kain

Selain tujuan dan pertanggungjawaban pelaku usaha serta konsumen dalam penggunaan tas kain, bahan baku tas kain perlu diperhatikan secara seksama. Tas kain yang ramah lingkungan salah satunya dapat berbahan baku kain perca, linen, atau kapas. Bagi perusahaan produsen tas kain, mereka seyogyanya menggunakan bahan baku ramah lingkungan yang jika tas kain tersebut sudah rusak, mudah untuk didaur ulang atau terurai dengan baik dan tidak memerlukan waktu penguraian terlalu lama. Namun sayangnya, saat ini banyak tas kain yang justru berbahan dasar dari olahan plastik, polyester, atau bahan serat sintetis lainnya. 

Kualitas tas kain yang tidak terlalu baik juga menjadi masalah, misal: kualitas jahitan atau durabilitas yang tidak terlalu kuat sehingga tas kain hanya dapat digunakan beberapa kali, kemudian talinya putus atau tasnya jebol. Akibatnya, timbunan limbah baru berupa tas kain rusak atau tas kain bekas dapat cepat menumpuk. Padahal, satu tas kain dapat dikatakan ramah lingkungan jika ia dipakai hingga ratusan atau ribuan kali.

Persebaran tas kain berbahan sintetis tergolong luas, tas kain ini tidak hanya ditemukan di pusat perbelanjaan, tapi juga di banyak restoran yang menggunakannya untuk kemasan bawa pulang, dan berbagai acara di tingkat organisasi lokal maupun nasional yang menjadikan tas kain berbahan sintetis sebagai bungkus souvenir. Kemudahan untuk mendapatkan tas kain berbahan sintetis ini menjadikan kita sebagai konsumen lengah akan fungsi awal dari tas kain itu sendiri. Tas kain berbahan sintetis yang menumpuk di rumah, seiring berjalan waktu akan berjamur, memudar warnanya atau menjadi lusuh. Kita tidak lagi berselera untuk memakainya dan memilih untuk membuangnya daripada membiarkannya memenuhi pojok lemari.

Mindfulness dalam Menggunakan Tas Kain sebagai Prinsip Berkesadaran Lingkungan

Rasa tanggung jawab masyarakat yang masih rendah dalam menggunakan tas kain dengan bijak dapat diminimalisasi dengan edukasi yang dilakukan oleh berbagai pihak. Terutama dari penyedia tas kain dan pelaku usaha.

Pemanfaatan tas kain perlu dipahami sebagai upaya untuk mengurangi limbah plastik yang sangat signifikan meningkat di tempat pembuangan akhir. Sebagai konsumen, kita harus lebih sadar dengan bahan baku tas yang disediakan pelaku usaha serta memanfaatkan tas tersebut sampai ia sudah tidak dapat digunakan kembali. 

Di sisi lain, kita juga dapat memanfaatkan tas apapun yang sudah kita miliki sebagai kantong guna ulang. Hal ini jauh lebih ramah lingkungan dibanding jika membeli tas kain baru hanya untuk menjadi wadah belanjaan.

Hindari pula membuang tas kain yang kita dapat dari berbelanja jika tas tersebut masih dalam keadaan baik. Rapikan dan letakan ia di tas utama, kendaraan, atau tempat lain kapanpun saat berpergian agar kita selalu menggunakannya ketika berbelanja. Jika tas kainmu yang masih bagus dan baru dipakai beberapa kali itu kamu buang, apa bedanya ia dengan kantong plastik sekali pakai?

Referensi:

Cotton Bags Are Greenwashing. 2021. https://accountablescience.com/cotton-bags-are-greenwashing/. Diakses 10 Desember 2024.

Cho, Renée. 2020. Plastic, Paper or Cotton: Which Shopping Bag is Best? https://news.climate.columbia.edu/2020/04/30/plastic-paper-cotton-bags/. Diakses 10 Desember 2024.

Dokumen Peraturan Pelarangan Plastik Sekali Pakai di Indonesia.

https://plasticdiet.id/dokumen-peraturan-pelarangan-plastik-sekali-pakai-di-indonesia/. Diakses 29 Mei 2025.

Hunt, Katie. 2023. Here’s how many times you need to reuse your reusable grocery bags https://edition.cnn.com/2023/03/13/world/reusable-grocery-bags-cotton-plastic-scn/index.html. Diakses 7 Desember 2024.

Nafisa, Sevillia. 2022. Tote Bag: Ancaman Baru yang Kurang Disadari

https://kumparan.com/sevillia-nafisa/tote-bag-ancaman-baru-yang-kurang-disadari-1yM2bLgT4lt/3. Diakses 29 Mei 2025.

Schupak, Amanda. 2024. Marketing a tote bag as reusable is silly. Let’s say no to more stuff https://www.theguardian.com/environment/article/2024/jul/30/reusable-tote-bags. Diakses 10 Desember 2024.

Stop Kantong Plastik, Gunakan Ini! 2023.

https://www.ybkb.or.id/stop-kantong-plastik-gunakan-ini/#:~:text=Penggunaan%20tas%20kain%20dapat%20mengurangi,linen%2C%20atau%20serat%20daur%20ulang. Diakses 29 Mei 2025.

Tyagi, Saumya. 2023. 7 Negative Effects Greenwashing Has on Consumers

https://askelsustainabilitysolutions.com/7-negative-effects-greenwashing-has-on-consumers/. Diakses 7 Desember 2024.

Penulis: Nanda Widyasari
Editor: Marc-Antoine Dunais
Profil: Pekerja kelas menengah yang dengan segala keterbatasannya ingin terus berkontribusi untuk lingkungan